JellyPages.com

Sabtu, 07 Januari 2012

Stigma Sosial vs Realitas

Harga minyak dunia yang kian melambung membuat pemerintah dalam hal ini Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kalangkabut mencari solusi yang tepat untuk mengatasinya. Berbagai wacana telah digagas dan diusulkan untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satunya dengan wacana pembatasan BBM bersubsidi. Bahkan Kementrian ESDM sempat berusaha menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengeluarkan fatwa haram menggunakan BBM bersubsidi  bagi orang yang mampu. Suatu hal yang sebenarnyatidak ada sangkut pautnya dengan masalah agama. Kini ada wacana  lagi bahwa semua Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Wakil Rakyat di seluruh Indonesia wajib menggunakan BBM non subsidi. Akankah wacana tersebut akan terlaksana atau bernasib sama dengan wacana-wacana sebelumnya yang terbengkalai tanpa adanya realisai yang jelas?

Stigma sosial yang dimiliki oleh PNS dan Wakil Rakyat yang identik dengan kalangan menengah keatas menjadi alasan munculnya wacana tersebut. Namun yang patut dipertanyakan apakah stigma tersebut memang benar?
Faktanya banyak PNS yang hidup sederhana bahkan ada pns yang sampai berhutang banyak untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Jika demikian apakah PNS dapat dikatakan termasuk dalam golongan kelas menengah keatas?  Ditengah beban kehidupan yang berat, terlebih di kota-kota  besar dengan tingkat biaya hidup lebih tinggi membuat para Pegawai Negeri Sipil tersebut harus mengatur keuangan mereka agar dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Belum lagi biaya pendidikan yang dikeluarkan untuk anak-anak mereka. Meskipun pemerintah telah mengalokasikan dana yang cukup besar pada sektor pendidikan, namun hal tersebut belum dapat membebaskan warganya dari biaya pendidikan yang melambung.
Selain itu belum ada regulasi yang jelas terkait tata cara pelaksanaan dari wacana tersebut. Bayangkan saja bagaimana cara membedakan masyarakat yang merupakan PNS dan bukan PNS atau siapa yang merupakan Wakil Rakyat atau bukan Wakil rakyat? Perlukah menunjukan kartu pengenal sebelum membeli BBM.
Wacana diatas merupakan sebuah wacana yang kurang efisien untuk diterapkan dalam rangka mengatasi masalah subsidi pemerintah yang kian membengkak untuk BBM. Harga BBM non subsidi yang mencapai 2 kali lipat harga BBM bersubsidi jika dibebankan kepada semua PNS dan Wakil Rakyat tentu bukanlah sebuah pilihan yang bijak. Hal ini justru akan menambah beban kehidupan yang kian hari semakin berat. Pemerintah tidak bisa menyamaratakan kemampuan ekonomi mereka, karena tak semua PNS dan Wakil Rakyat termasuk dalam golongan menengah ke atas. Sehingga wacana tersebut harus dikaji lebih dalam lagi, jangan sampai terdapat sebuah kebijakan yang pada akhirnya justru membebani masyarakat dan bukan menjadi solusi yang tepat.
Oleh : Isna Hidayat Mahasiswa PGSD FIP UNY, dalam Harian Jogja Edisi Selasa 26 Juli 2011 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar